[Cerbung] My Love, My Angel - Bagian 1
Judul: My Love, My Angel
Author: Oktaviani Harlita
Editor: Cherry K. R
Genre: Romance, School Life, Friendship
Rating: T/PG-13
___________________**___________________
1.RANI
“Baiklah! Semuanya sudah siap!!!” seru seorang gadis dengan rambut panjang hitamnya
yang sudah ditata rapi. Dengan cekatan ia
bersiap-siap dan menata beberapa barang untuk jalan-jalan paginya.
”Minuman, snack, topi, jaket,...... Hmm apa lagi yaa? Oh
ya,
uang!!” ujarnya heboh seraya mengambil
dompetnya di dalam lemari. “Kalau barang yang satu ini
ketinggalan bahaya, bisa kelaparan
di jalan nih... Hahahaha” lanjutnya
setelah menemukan dompetnya lalu memasukanya k dalam tas’nya. Setelah itu dia
langsung mengunci pintu kamarnya dan turun ke lantai dasar.
Gadis ini berlari ke parkiran kostnya untuk mengambil si sepeda kesayangan.
“ Halo sayang, hari ini kita kencan
berdua lagi deh, hehehe”
katanya seraya menarik keluar sepedanya.
”
Hey Ami! Sepeda kok dipanggil sayang,kamu sudah mulai gila ya!” Seru seorang gadis berkulit
putih yang baru saja masuk ke
area kost.
”
Eh, dari mana, Kak? Kenapa baru pulang?? Hayo,
kencan semalaman sama Kak Odin, ya?” tanyanya kepada gadis
berkulit putih yang menyebutnya
gila tadi. Kontan saja wajah gadis itu merona merah, nyaris semerah tomat.
.”
Ap.. ap.. apa.. gak!! Kamu bercanda ya, mana mau odin sama aku, dia kan...” Belum
sempat gadis itu menyelesaikan perkataannya, Ami dengan seenaknya menyela,
“
Dah Kak Odin!” Seru
Ami sambil mengayuh sepeda dengan
ekspresi jahil terpambang di wajahnya.
”Ah, dia membohongiku lagi. Dasar!” Gerutu gadis berkulit putih
itu disertai seulas senyum manis.
Ami pun mengayuh sepedanya memutari
alun-alun kota sambil melihat pemandangan
sekitarnya. Ia
menghirup udara yang terasa
sangat sejuk pagi itu. Beberapa saat berkeliling alun-alun, pandangannya menangkap siluet seorang gadis berkulit pucat yang
duduk di bangku taman. Si gadis
pucat sedang tertunduk dan kedua tangannya menggenggam sebuah amplop. Pandangannya tertuju
pada amplop yang berada dalam
genggamannya.
Tanpa
pikir panjang,
Ami menghentikan sepedanya dan memakirkan
sepeda itu di sebelah taman ysng baru saja ia sambangi.
Dengan langkah hati-hati Ami berjalan ke arah gadis itu denga harapan keberadaannya tidak akan terdeteksi. Ternyata
dugaan Ami salah,
“Kalau mau mengangetkan aku, kama masih terlalu berisik.. “ Perkataan gadis itu
langsung membuat Ami
kaget dan salah tingkah
sambil menggaruk-garuk
kepalanya
.”Umm... Hai!” kata Ami sambil tetap menjaga
jarak dengan gadis itu, “ Kamu..tidak apa-apa, kan? Sepertinya kamu sedang punya masa...”
Belum sempat Ami menyelesaikan
perkataanya, gadis itu telah lebih
dahulu menyela,
“Apa orang yang akan mati
karena penyakit mematikan tidak boleh bergaul dengan yang sehat?” tanya gadis
itu lirih,
“
Hah? Maksudmu? “ Tanya Ami.
“
Apa penyakit mematikan
itu adalah sesuatu yang mengerikan sehingga semua orang menjauhinya?” Lanjut gadis itu.
“Aku.. Aku tidak pernah minta
kepada Tuhan supaya diberi
penyakit ini. Bukan salahku dan keluargaku kalau aku mengidap penyakit seperti ini,
apa kamu juga takut padaku? Kalau iya, ada baiknya kamu pergi sekarang.
Aku tidak akan
menyentuhmu. Pergilah.”
lanjut gadis itu. Si gadis pucat
menundukkan kepalanya, berpikir mungkin saja Ami telah mengambillangkah pergi
menjauhi tempatnya duduk sekarang. Tapi dugaannya salah, bukannya pergi, Ami malah muncul di hadapannya dan berkata,
“BODOH!! Bodoh sekali!! Seumur hidupku, aku baru tahu ada orang sebodoh
mereka!” Katanya dengan mata melotot dan kedua tangan yang ia letakkan di
pinggang.
Sontak
gadis itu terkejut
dan memandang Ami dengan ekspresi yang sangat sulit diartikan.
Tanpa segan, Ami berlutut di hadapan gadis itu, memegang tangan, memandang wajahnya, lalu berkata, “Siapa? Kalau itu benar, aku adalah orang yang akan
selalu ada disampingnya
dan aku adalah orang pertama
yang menghajar mereka
yang telah dengan berani menjauhi temanku dengan
alasan konyol seperti menderita sebuah penyakit! Memangnya apa hak mereka
memperlakukan temanku seperti virus berjalan?”
Sontak
gadis itu langsung meneteskan air mata, begitu juga Ami yang hanya bisa memeluk
gadis itu dan membelai lembut rambutnya
sambil
berkata,
“Semua orang pasti akan
bertemu dengan yang di atas. Tapi semuanya memiliki jalan tersendiri dan tidak
tahu kapan akan dipanggil.
Aku juga pasti akan mati. Mungkin saja besok. Jadi aku mohon, jangan mengatakan hal semacam itu lagi ya?” Ami
melepaskan pelukannya dan
duduk di samping gadis itu.
“Ini,” kata Ami seraya memberikan
saputangan hijau miliknya kepada gadis itu.
Ia hanya mengangguk dan menerima saputangan dari
Ami sambil tetap
memandang wajah Ami.
“
Umm.. Terima kasih, Kak...” Bisik gadis itu pada Ami. Ia langsung mengusap air
matanya sendiri. Ami pun balas melempar senyum pada gadis itu.
Hanya dalam beberapa menit,
mereka berdua telah berbincang-bincang sambil tertawa.
“
Duh, saya sudah dijemput, Kak.
Maaf,
saya harus berangkat ke sekolah.” Kata gadis itu saat
melihat jam tangannya.
“
Oh, iya. Tidak
apa-apa.” Jawab Ami sambil tersenyum.
“
Umm, saya senang sekali bisa bertemu dengan Kakak. Suatu saat kita bisa bertemu lagi, kan, Kak?” tanya gadis itu
seraya memakai tasnya.
“Pasti!!” Seru Ami bersemangat
sambil
mengangkat jempolnya tinggi-tinggi.
Ia tersenyum. Gadis itu pun balas tersenyum,
lalu beranjak berdiri dan ...
”Nama saya Rani, Kak..” Seru gadis itu sambil
berlari meninggalkan Ami,
“Namaku Ami!” Teriak ami, “Sampai bertemu
besok ya!” Teriak Ami sambil berdiri dan melambaikan tangannya dengan semangat. Rani
pun tersenyum manis dan menghilang.
-Di salah satu sudut taman-
Rani
berlari menyusuri taman dan berhenti tepat di depan seorang laki-laki yang menaiki
motor ninja merahnya. Laki-laki
putih dan tinggi itu memakai kemeja abu-abu
yang sangat cocok membalut tubuh tegapnya. Laki-laki itu
tersenyum saat melihat Rani.
“Dari mana saja kamu ini, kalau terlambat ke rumah sakit, bagaimana?”
tanya laki-laki
itu khawatir. Rani hanya bisa membalas kekawatiran
kakaknya dengan tersenyum. Laki-laki
itu langsung mempehatikan keadaan adiknya pagi ini, dan memeriksanya dengan
seksama.
“Kamu tidak apa-apa, kan,
Ran? Apa ada yang menyakitimu lagi? Siapa? Katakan pada
Kakak, biar Kakak pu...”
Rani langsung
menghentikan perkataan kakaknya dan hanya tersenyum sambil berkata,
“Tadi aku bertemu dengan malaikatku, Kak.” Sambil menunjukkan sapu tangan warna hijau yang
bertuliskan CHRISTIAN AMILIANI.
.
.
.
.
.
Bersambung
Comments
Post a Comment