Disappear
Pulang
sekolah hari itu, Keira mengerjakan tugas sendirian di taman sekolah. Ini
memang sudah menjadi kebiasaannya sejak awal masuk SMA. Kei, panggilan
akrabnya, lebih senang mengerjakan PR atau tugas sepulang sekolah dan di
sekolah karena di rumah ia selalu diganggu oleh kakak dan adik laki-lakinya.
“Kok sendirian
terus sih? Gak bosen apa?” tiba-tiba muncul sosok laki-laki yang tidak terlalu
tinggi dan agak sedikit gemuk menghampiri Kei.
Dia adalah
Kenjiro. Ken, panggilan akrabnya. Dia adalah teman sekelas Kei dari SMP.
Sebenarnya Kei agak sebal dengan tingkahnya karena dia sombong, belagu, cuek,
dan masih banyak lagi yang tidak Kei sukai darinya.
“Ah, ini udah biasa kok.” jawab Kei.
“Yaelah jangan sendirian mulu.. Eh, bentar ya.” kata
Ken.
Kei tidak terlalu memedulikannya. Tidak sampai lima menit, ia muncul
lagi di hadapan Kei dengan membawa dua roti dan dua teh botol.
“Nih,” katanya sambil memberi Kei roti dan teh botol.
“Eh, ini apa?” tanya Kei.
“Makananlah.
Belajar mulu sih jadi sampai gak tau itu apa. Udah belajar terus nilainya masih
dibawahku lagi.” katanya.
“Sombong ah.. By the way tumben baik.” kata Kei.
“Kei lapar, Kei juga lagi ingin di sini,” katanya.
“Terus?” tanya Kei.
“Biasanya kalau
Kei makan dan ada orang lain di dekatku Kei tidak tega kalau ia hanya
melihatiku makan.” katanya.
“Gak laper.” kata Kei.
“Dibilangin
ngeyel, udah makan aja. Kalau kamu gak makan, Kei juga gak makan nih.” katanya.
“Cari tempat lain lah.” kata Kei.
“Gak mau.” katanya.
Sebenarnya
saat itu Kei kelaparan berat tapi gengsi kalau makan roti yang diberinya secara
dia orang yang paling menyebalkan versi Kei. Cacing di perut Kei sudah demo
karena kelaparan jadi mau tidak mau Kei memakannya.
“Nah, gitu kek dari tadi.” kataya.
“Kalau cacing diperutku gak demo juga gak akan Kei
makan.” Kata Kei.
Pembicaraan
Kei dengan Ken sore itu berujung dengan janji untuk belajar bareng setiap hari
di tempat ini. Kei menerima ajakannya karena Ken adalah anak yang paling pintar
di kelas. Kalau belajar bareng denganya mungkin saja nilai Kei naik.
Setiap
hari, sepulang sekolah mereka belajar bareng. Mereka membahas latihan-latihan
soal, mengerjakan PR, sampai kalau ada ulangan pun juga belajar bareng. Benar
saja, setelah sebulan belajar bareng nilai-nilai Kei naik.
Perasaan
sebal Kei terhadap Ken pun lama-lama menghilang, begitu juga Ken yang tiba-tiba
ikut menghilang. Sudah dua minggu Ken tidak masuk sekolah.
“Galau amat Kei, gak ada Ken jadi galau ya?” tanya
salah satu teman Kei, Bea.
“Iya… Eh apaan, engga kok engga..” jawab Kei.
“Udah, jujur aja deh.” kata Be.
“Dua minggu absen, gak ada kabar, nilai gue bisa
turun lagi kalau gitu caranya.” kata Kei.
“Nilai bisa turun gara-gara galau terus-terusan?”
goda Be.
“Apaan sih lu.” kata Kei.
“Iya sih, aneh
juga anak itu tiba-tiba ngilang. Coba
deh ke rumahnya, siapa tau aja sakit keras,” kata Be.
“Hush, jangan
sampai lah. Ya udah, nanti sore mau temenin gue ke rumahnya gak?” tanya Kei.
“Nanti sore gue gak bisa.. Biasalah ngerjain majalah
sekolah sama anak-anak lain.” katanya.
“Yah, okelah.” jawab Kei.
Akhirnya
sore itu Kei memberanikan diri ke rumah Ken sendirian. Kei tidak terbiasa ke
rumah teman sendirian.
“Permisi” kata kei sambil mengetuk pintu.
Pembantunya membukakan pintu.
“Ada yang bisa dibantu non?” tanyanya.
“Saya Kei, temennya Ken.. Ken-nya ada?” tanya Kei.
“Ken sudah gak ada di rumah ini.” jawab pembantunya.
“HAH? KEN MENINGGAL?” tanya Kei kaget.
“Bukan non,” jawab pembantunya.
“Oh syukurlah.. Terus dia kemana bi?” tanya Kei.
“Dia ke Austria, dia dapat beasiswa SMA di sana” kata
pembantunya.
“Hah? Serius?” tanya Kei masih tidak percaya.
“Iya non.. Oh iya, ngomong-ngomong tadi non namanya
siapa ya?” tanyanya.
“Keira” jawab Kei.
“Sebentar non…” kata pembantunya sambil kembali ke
dalam rumah.
“Ini ada titipan
dari Ken. Katanya kalau ada temannya yang bernama Keira saya disuruh memberikan
ini,” kata pembantunya sambil memberian Kei sebuah kotak yang dibungkus dengan
kertas kado.
“Oh. Makasih ya bi, saya pamit dulu,” kata Kei.
Malam itu,
Kei membuka kotak yang diberikan pembantu Ken di kamarnya. Kotak itu berisi
sebuah gantungan kunci berbentuk roti dan teh botol dan sepucuk surat. Di surat
itu ia mengatakan bahwa ia akan bersekolah di Austria untuk empat tahun ke
depan dan alasan mengapa ia tidak memberitahu Kei kalau ia diterima di sana. Ia
tidak memberitahu Kei karena ia harus pergi ke sana cepat-cepat dan ia juga
tidak tega melihat ekspresi sedih Kei saat dia mengatakan akan pergi. Ia juga
minta maaf karena tidak memberitahu Kei.
Jujur Kei
sebal karena Ken berpikir kalau memberitahu Kei tentang kepergiannya itu, Kei
akan sedih. Sedih sih pasti tapi Kei akan bangga karena Ken mendapatkan
keinginannya semenjak SMP yaitu bersekolah di luar negri. Mungkin saat ini
takdir Kei harus berpisah dengan Ken tetapi ia yakin suatu saat akan bertemu
dengan Ken.
Oleh : Clara Stephanie
Comments
Post a Comment